Jumat, 20 November 2015
Berinvestasilah Sejauh Isi Dompet
Senin lalu saya bertemu dengan Mba Lauren, representatif dari Mandiri Sekuritas yang cantik loohh.. dan pinter banget (paling seneng ketemu wanita cerdas hehehe..).
Setelah segala urusan ini itu kelar, kita ngobrol santai, dan surprise ceritanya si mba ini menarik sekali.
Dia cerita,
ia punya klien baru yang sudah berusia 75 tahun, yang meminta bantuan untuk menjual saham-sahamnya yang masih dalam bentuk kertas-kertas. Saham dalam bentuk kertas? Ini udah pasti langka banget! Dan kebayang ga sebelum semua didigitalisasi, harga sahamnya pastiiiiiiiiiii murah banget, dan langsung kebayang sama saya.. SAHAM APA MBAAAAAAA.. PASTI UDAH BERKALI LIPAT ITUUUHHH.. tapi tentunya saya cuma teriak teriak penasaran dalam hati aja.
Buset, saham dalam bentuk kertas?
Jadi ternyata si Ibu ini pernah bekerja di Unilever. Dan para pegawainya diberi kesempatan untuk membeli saham tersebut yang harganya pada saat itu masih Rp. 1.000,00 per lembar saham, dan ia memiliki sekitar 1.600 lembar saham. Katanya ia membelinya sekitar tahun 90-an, dan terlupa akan keberadaan saham tersebut.
Sebagai orang yang sudah tua, dengan suami yang sakit-sakitan bahkan sudah harus tinggal di rumah sakit, iapun terbeban oleh biaya rumah sakit yang mendekati Rp. 250.000.000,00 . Bingung harus bagaimana, si ibu ini kemudian membongkar gudang rumah tempat tinggalnya dan menemukan setumpuk kertas bukti kepemilikan saham Unilever ini dalam kondisi yang pinggir-pinggirnya sudah lusuh.
Singkat cerita si ibu ini kemudian dipertemukan dengan si Mba Lauren, dan dengan sistem yang sudah ada, semuanya berjalan lancar. Kesulitan timbul karena si Bapak yang sakit sudah dalam kondisi yang ga bisa tanda-tangan, sehingga si Mba Lauren harus bolak-balik mengurus, tapi Alhamdulillah saham saham si ibu bisa didigitalisasi.
Tahu ga berapa jumlah dalam nominal rupiah yang si ibu bisa terima? Unilever telah mengalami stock split beberapa kali, dan ada pembagian deviden yang si ibu ini ga pernah tahu. Hebatnya sistem digitalisasi merekam semua itu sehinggaaaaaa… hasil akhir yang diperoleh sama si ibu hampir Rp. 700.000.000,00 dengan penjualan per lembar sahamnya si ibu Rp. 35.000,00 (Padahal kalau tunggu seminggu lagi harga UNVR mencapai Rp. 40.000,- )
Mba Lauren kemudian bercerita.. Si Ibu dan si Bapak kemudian malah sedih. Ga hanya si ibu mampu membayar biaya biaya rumah sakit, tapi kemudian mereka memutuskan untuk membagi sisa uang yang ada ke anak-anaknya. Jadi kenapa sedih? Si Ibu bilang,”Tahu begitu saya beli banyak ya Ren. Saya ga nyangka punya uang sebanyak itu. Kalau saya tahu, waktu Bapak masih sehat, kita kan bisa naik Haji.”
Duh, miris dengernya..
Seandainya kalau misalnya si Ibu dan Bapak tidak pernah membeli saham Uniliver 30 tahun yang lalu?
Sebegitu banyak kemudian muncul di benak saya.
Saya kemudian jadi ingat. Sebulan yang lalu saya masih bertemu dengan tukang kebun sekolah, yang sejak saya masih usia 10 tahun, sampai sekarang masih menjadi tukang kebun yang sama. Namun kondisi fisik sudah sangat renta. Tapi tetap saja keahliannya di bidang pertamanan ga tertandingi.
I don’t want a life like that.
Saya ga mau 30 tahun dari sekarang saya masih melakukan hal yang sama, dan hidup saya masih begini-begini saja. Saya mau hidup saya lebih baik, buat saya, anak-anak saya dan orang-orang yang saya cintai. Oleh sebab itu, kita investasi.
Bingung mau invest apa bagaimana dan kemana? Mulailah berinvestasi sejauh isi dompet.
Apa isi dompet kita?
Sadar ga kartu kartu atm yang berbaris di dompet itu emiten? Terdaftar semua di bursa efek. Sudah berapa lama kita mempergunakan bank yang sama untuk transaksi? Nyaman ga? Kalau nyaman, sadar ga ada biaya administrasi yang kedebet terus tiap bulan yang menggerus isi tabungan kita? Ya udah, gantian! Sekarang ijinkan bank-bank yang atmnya ada di dalam dompet kita yang kasih profit maksimum dengan kita beli sahamnya dan biarkan harganya naik. Karena kita ga akan pernah tahu, 10 tahun – 30 tahun dari sekarang, siapa yang bisa kita selamatkan, apa yang bisa kita lakukan dari investasi sejauh isi dompet kita.
Dan yang namanya investasi juga ga harus mahal. Berinvestasilah sejauh isi dompet kita. Kalau merasa ga mampu beli saham, ya udah beli reksadana. Reksadana bisa kita miiki semurah Rp. 250.000,00 bahkan ada yang mulai dari Rp. 100.000,-
Seberapa besar sih yang bisa kita dapatkan dari Rp. 250.000,00 ? Warren Buffett hanya ‘mengharapkan’ profit 22% per tahun dari pengembangan investasinya. Berapa besar sih 22% itu? Dengan berinvestasi Rp. 250.000,00 per bulan dari return 22% selama 30 tahun bunga ber bunga (compound interest), di tahun ke 30 setidaknya kita bisa memiliki Rp 3,6 milyar rupiah. Atau ala George Soros? Ngarepin return 33%. Dan ini semua sangat possible kalau kita berinvestasi di saham atau reksadana. Diemin aja. Lihat seperti si Ibu itu dengan saham Unilevernya.
Jadi silahkan bikin alasan terus supaya ga usah investasi. Ga usah. Toh nanti kalau sudah tua dan sakit.. kita tinggal mati aja kok, dan ninggalin beban hutang buat yang ditinggalkan. ( Duh…!) Bagus kalau punya asuransi, kalau ga? Kalau ga dicover? Dan lagipula, investasi itu ga pernah ada salahnya kok. Yang salah itu kalau ga investasi, dan investasinya kemana dulu. Kenapa ga coba investasi di negara sendiri? Mulai dari sebatas isi dompet? Atm apa yang kita punya?
Selamat Berinvestasi