Apa yang pertama kali terlintas dalam
pikiran anda jika mendengar kata "Reksadana"? Sebagian besar mungkin
langsung memikirkan investasi. Akhir-akhir ini reksadana menjadi populer
di kalangan investor, baik yang bermodal besar maupun pas-pasan. Mereka
seolah berlomba-lomba menanamkan investasi berupa reksadana.
Pertanyaanya adalah, apakah sebenarnya reksadana itu? Apakah keuntungan
dan risikonya? Mari kita simak penjelasan dalam artikel ini.
Pengertian Reksadana
Reksadana adalah sebuah
sarana untuk mengelola investasi secara kolektif atau kumpulan dana
dari masyarakat pemodal (nasabah/investor). Siapa yang mengumpulkan?
Manajer investasilah yang melakukannya. Seorang manajer investasi diberi
kewenangan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) untuk mengumpulkan dana dari masyarakat pemodal mengingat
persyaratan investasi awal sering berjumlah besar dan rumit
pemilihannya.
Manajer investasi memiliki beberapa tugas. Di antaranya, setelah mengumpulkan dana, ia harus menginvestasikan dana tersebut dalam bentuk portofolio efek atau surat berharga dan mengelolanya. Selain itu manajer investasi juga bertanggung jawab untuk membantu nasabah membuat keputusan investasi, manajemen resiko, menyelesaikan transaksi lalu merealisasikan keuntungan ataupun kerugiannya, menerima dividen atau bunga kemudian membukukannya ke dalam "Nilai Aktiva Bersih" (NAB) reksadana tersebut.
Di reksadana, seluruh dana yang ada tidak disimpan oleh manajer investasi, tetapi disimpan di pihak yang bernama bank kustodian. Bank kustodian adalah suatu lembaga yang bertanggung jawab untuk mengamankan aset keuangan termasuk reksadana. Bank kustodian ini bertindak sebagai tempat penitipan kolektif dan administrator tetapi tidak terafiliasi dengan manajer investasi. Namun, Bank Kustodian wajib memenuhi instruksi Manajer Investasi dan memberikan konfirmasi atas seluruh transaksi pembelian dan penjualan Reksadana. NAB yang sudah dibukukan oleh manajer investasi dihitung nilainya oleh bank kustodian dan diaudit setiap hari.
Manajer investasi memiliki beberapa tugas. Di antaranya, setelah mengumpulkan dana, ia harus menginvestasikan dana tersebut dalam bentuk portofolio efek atau surat berharga dan mengelolanya. Selain itu manajer investasi juga bertanggung jawab untuk membantu nasabah membuat keputusan investasi, manajemen resiko, menyelesaikan transaksi lalu merealisasikan keuntungan ataupun kerugiannya, menerima dividen atau bunga kemudian membukukannya ke dalam "Nilai Aktiva Bersih" (NAB) reksadana tersebut.
Di reksadana, seluruh dana yang ada tidak disimpan oleh manajer investasi, tetapi disimpan di pihak yang bernama bank kustodian. Bank kustodian adalah suatu lembaga yang bertanggung jawab untuk mengamankan aset keuangan termasuk reksadana. Bank kustodian ini bertindak sebagai tempat penitipan kolektif dan administrator tetapi tidak terafiliasi dengan manajer investasi. Namun, Bank Kustodian wajib memenuhi instruksi Manajer Investasi dan memberikan konfirmasi atas seluruh transaksi pembelian dan penjualan Reksadana. NAB yang sudah dibukukan oleh manajer investasi dihitung nilainya oleh bank kustodian dan diaudit setiap hari.
Apa Keuntungan Investasi Reksadana?
Begini, jika melihat arus transaksi mata
uang, terdapat inflasi inti yang sudah mencapai 5-6 persen per tahun,
sementara riilnya menurut perhitungan kami adalah 12 persen. Jika kita
hanya mengandalkan tabungan, bunganya paling tinggi 5,5-6 persen, itu
pun belum dipotong pajak. Setelah dipotong pajak, bunga tabungan yang
diterima paling cuma 4,8 persen. Apabila inflasinya 12 persen, tentu
tidak akan terkejar bukan? Untuk itu investor harus cari cara supaya
inflasi bisa dikejar, salah satunya dengan melakukan investasi di
reksadana. Nasabah tidak perlu bingung bagaimana mengelolanya, bagaimana
memilih saham, bagaimana memilih obligasi. Serahkan semua tugas itu
kepada para manajer investasi. Risk/reward ratio dalam reksadana sudah
diperhitungkan sedemikian rupa untuk memaksimumkan profitabilitas dan
mengontrol risiko yang dikandungnya. Nasabah/investor cukup mengevaluasi
dan menerima hasilnya.
Apa Risiko Investasi Reksadana?
Reksadana bisa disebut sebagai portofolio mini, karena itu risiko-nya cenderung lebih terkontrol daripada apabila anda hanya berinvestasi di satu saham saja. Jika saham dari satu perusahaan jatuh, maka saham-saham dari perusahaan lain yang ada dalam reksadana itu bisa menopang agar nilai reksadana tidak jatuh terlalu drastis. Namun demikian, dampaknya tentu saja tetap ada.Risiko dari investasi reksadana cenderung berdampak pada kurangnya perolehan return. Tidak selamanya reksadana memberikan return yang sesuai harapan, karena return tergantung fluktuasi pasar dan jenis reksadana yang anda miliki. Jika mengambil reksadana saham misalnya, risikonya tergantung pada fluktuasi pasar saham. Ketika pasar saham turun, ya semua turun. Begitu pula sebaliknya. Perlu diingat, bahwa semakin tinggi target return-nya maka makin tinggi juga risikonya. Contohnya, di tahun 2008 kinerja reksadana turun sekitar 50 persen, tahun 2009 naik sekitar 100 persen, dan tahun 2010 naik sekitar 50 persen. Jadi, pintar-pintar kita saja untuk mencari tahu kapan waktu terbaik untuk mencairkan reksadana. Apakah mau bertahap atau langsung sekaligus saat kinerjanya lagi naik.
Exchange Traded Fund (ETF)
Apa itu ETF? ETF kepanjangan dari Exchange Traded Fund adalah Reksa Dana yang diperdagangkan di bursa. Pada negara yang sudah maju dunia finansial dan investasinya, umumnya pamor ETF jauh mengalahkan reksa dana konvensional terutama reksa dana saham. Seperti apa reksa dana ETF tersebut?Asal mula munculnya ETF dan reksa dana indeks adalah dipicu dari suatu studi historis yang menunjukkan kenyataan bahwa ternyata kebanyakan reksa dana saham yang dikelola oleh Manajer Investasi AS (pada waktu itu) ternyata memiliki kinerja di bawah pasar. Jika dianalogikan ke kondisi Indonesia, bisa dikatakan bahwa kinerja reksa dana saham di Indonesia kinerjanya lebih rendah dibandingkan IHSG.
Karena kenyataan bahwa kinerja reksa dana saham kebanyakan di bawah kinerja pasar, mengapa tidak membuat saja kinerja reksa dana yang sama dengan pasar? Sebab hampir semua reksa dana dikelola dengan pengelolaan aktif. Pengelolaan aktif akan menyebabkan Manajer Investasi mengenakan biaya Manajemen yang relatif lebih besar. Selain itu, pengelolaan aktif juga akan menyebabkan Portfolio Turnover yang tinggi sehingga biaya transaksi juga besar. Semua biaya-biaya tersebut akan berujung pada Expense Ratio yang tinggi.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka terbentuklah reksa dana indeks dan ETF yang memiliki ciri-ciri Portfolio Turnover rendah (istilah lain bahwa reksa dana dikelola secara pasif, hanya buy and hold saja) dan Expense Ratio yang rendah. Secara umum, ETF dan reksa dana indeks yang dijelaskan pada artikel sebelumnya hampir sama, hanya saja ada beberapa keunikan ETF yang tidak dimiliki oleh reksa dana indeks antara lain:
- ETF bisa diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia dan atau
Manajer Investasi. Sementara Reksa Dana Indeks hanya bisa dibeli dan
dijual melalui Manajer Investasi saja. Buat sebagian orang, hal
ini merupakan keunggulan, namun bagi sebagian yang lain hal ini justru
menjadi kelemahan. Pertimbangan faktor tersebut antara lain:
- Pernahkah anda melihat bursa yang siangnya plus 1% – 2% sampai siang jam 12.00 dan kemudian menjadi kecil atau bahkan negatif pada sore harinya? Saya yakin kondisi ini sudah bolak-balik terjadi selama 3 bulan terakhir ini dan jika anda termasuk yang memutuskan profit taking reksa dana tentu pernah merasakan kekecewaan. Sudah berharap dapat profit 1-2% eh malah turun atau negatif. Dengan ETF, kecil kemungkinan kekecewaan (karena terjebak jual di harga siang) anda rasakan karena ETF bisa dijual siang harinya dengan kondisi ketika bursa +1% – 2% tersebut. Namun di sisi lain, jika siangnya Plus 1%-2% dan sorenya ternyata bisa sampai 3-4%, malah tambah bisa kecewa lagi. Untuk orang yang menyukai kepastian dan satu harga, pilihannya jatuh pada reksa dana indeks, sementara orang yang menyukai dinamika dan fleksibilitas, ETF bisa menjadi pertimbangan.
- Karena bisa ditransaksikan di bursa, maka bursa ETF dituntut untuk cukup aktif dan likuid. Sebagai ilustrasi, ada kategori saham LQ-45 dan Kompas 100 yang sahamnya selalu ditransaksikan dengan cukup aktif setiap hari. Sehingga investor yang memiliki saham kategori tersebut tidak akan menemukan kesulitan yang cukup berarti ketika ingin menjual sahamnya. Sementara ada lagi golongan saham tidur, yang terkadang bisa tidak ada transaksi selama berbulan-bulan. Sehingga meskipun untung, tapi mau dijual tidak ada yang beli. Hal inilah yang menjadi salah satu kendala perkembangan ETF di Indonesia. Pasar sekunder untuk ETF di Indonesia termasuk kurang aktif, maka investor yang sudah memiliki ETF cukup kesulitan menjual ETF pada pasar sekunder di Bursa Efek Indonesia meskipun sudah ada dealer partisipan.
- Kode untuk melihat harga ETF di bursa adalah R-LQ45X (ETF saham) dan R-ABFII (ETF Obligasi)
- Reksa Dana Konvensional dan Indeks hanya memiliki satu harga yang dihitung oleh Bank Kustodian. Sementara ETF memiliki 2 harga, yaitu harga yang dihitung oleh Bank Kustodian dan harga yang terbentuk dari transaksi pasar dimana harga tersebut bisa sedikit berbeda dengan harga yang dihitung oleh Bank Kustodian.
- Jika dalam reksa dana konvensional, pihak yang terlibat adalah Manajer Investasi dan Bank Kustodian, maka dalam ETF ada lagi satu pihak yang disebut dengan Dealer Partisipan. Fungsi dari dealer partisipan ini adalah mewujudkan likuiditas di pasar modal. Dalam bahasa yang lebih sederhana, mereka menjadi bandar, caranya mereka memasukkan bid dan offer untuk ETF dalam jumlah lot tertentu supaya investor bisa melakukan transaksi apabila tidak ada pembeli. Sepengetahuan saya untuk ETF LQ-45, terdapat 2 dealer partisipan yaitu PT. Indo Premier Sekuritas dan PT. Sinarmas Sekuritas. Sementara untuk ETF Obligasi hanya ada satu yaitu PT. Bahana Securities
- Jika pada reksa dana konvensional, pembelian unit penyertaan reksa dana dari Manajer Investasi dikenal dengan istilah Subscription, maka pada ETF disebut Unit Creation atau kreasi unit. Jika pada pembelian reksa dana, minimum pembelian cukup kecil, maka pada ETF cenderung lebih sulit karena Manajer Investasi wajib membentuk portofolio yang menyerupai indeks. Oleh karena itu, bagi investor yang ingin langsung membeli dari Manajer Investasi, minimum investasi yang dibutuhkan cukup besar. Sebagai contoh pada ETF LQ45, kreasi unit adalah minimum 1 juta unit, dengan indeks ETF sekitar 600 maka minimum pembelian adalah Rp 600 juta. Belakangan ini ada rencana untuk menurunkan kreasi unit menjadi 100.000 unit agar lebih bisa dijangkau pembeli perorangan. Sementara nominal untuk ETF obligasi bisa jauh lebih besar sebab untuk membeli 1 unit obligasi saja minimal diperlukan Rp 1 Milliar.
- Perbedaan terakhir adalah transparansi. Untuk hal ini, Reksa Dana Konvensional bisa dikatakan kalah jauh. Jika informasi seperti portofolio dan unit bisa diperoleh melalui fund fact sheet reksa dana yang diterbitkan 1-3 minggu setelah suatu bulan berakhir dan itupun hanya secara garis besar, isi portofolio ETF bisa diketahui secara jelas untuk seluruh instrumen investasi. Sebagai contoh bisa anda buka situs Bursa Efek Indonesia di ETF LQ-45 dan ETF-Obligasi.